Beranda | Artikel
Wanita Yang Sedang Haidh Dan Wanita Yang Sedang Nifas
Jumat, 1 Mei 2020

ALASAN-ALASAN YANG MEMBOLEHKAN SESEORANG UNTUK TIDAK BERPUASA PADA SIANG HARI DI BULAN RAMADHAN

Pembahasan 5
WANITA YANG SEDANG HAIDH DAN WANITA YANG SEDANG NIFAS
Diharamkan bagi wanita yang sedang haidh atau tengah menjalani nifas untuk berpuasa. Jika keduanya tetap berpuasa, maka puasa keduanya tidak sah. Dalil yang menjadi dasar hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“أَلَيْسَ إذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِيْنِهَا.”

Bukankah jika dia haidh, dia tidak mengerjakan shalat dan tidak juga berpuasa? Yang demikian itu merupakan bentuk kekurangan agamanya.”[1]

Tetapi keduanya harus mengqadha’ puasa selama hari-hari yang dia tinggalkan dalam menjalani haidh atau nifas tersebut. Hal itu didasarkan pada firman-Nya: فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ  “Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”

Dan juga pada hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anha yang di dalamnya dise-butkan: “Kami pernah menjalani haidh pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat…”[2]

Perintah itu disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah pemberi perintah secara mutlak.[3]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Demikian juga telah ditetapkan melalui as-Sunnah dan kesepakatan ulama-ulama Islam bahwa darah haidh itu bertentangan dengan puasa sehingga wanita yang sedang haidh tidak boleh berpuasa, tetapi dia tetap berkewajiban mengqadha’ puasa…”[4]

Jika ada darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita sedang dia dalam keadaan berpuasa meskipun sejenak sebelum matahari terbenam, maka puasanya pada hari itu batal dan dia harus mengqadha’nya.

Dan jika dia telah suci dari haidh pada siang hari di bulan Ramadhan, maka puasa yang dikerjakannya selama sisa waktu yang ada pada hari itu tidak sah, karena adanya sesuatu yang ber-tentangan dengan puasa pada hari itu.

Jika dia suci pada malam hari di bulan Ramadhan, meskipun sejenak sebelum fajar, maka dia wajib menjalankan puasa, karena ia sudah wajib menunaikannya. Dan tidak ada halangan untuk mengerjakannya meskipun dia belum sempat mandi, kecuali se-telah terbit fajar, menurut pendapat yang shahih dari penjelasan para ulama.[5]

[Disalin dari buku “Meraih Puasa Sempurna”,  Diterjemahkan dari kitab “Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab”, karya Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
______
Footnote
[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari. (Shahiih al-Bukhari (III/31))
[2] Shahiih Muslim (no. 335 (69)).-red.
[3] Shahiih al-Bukhari dengan Fat-hul Baari (I/420).
[4] Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (XXV/220).
[5] Lihat kitab al-Mabsuuth (III/80), asy-Syarhush Shaghiir (II/242), Nihaayatul Muhtaaj (III/184), al-Inshaaf (III/283).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/15527-wanita-yang-sedang-haidh-dan-wanita-yang-sedang-nifas.html